Diantara sekian
takdir bagi manusia ada satu takdir yang disebut sebagai akhir sekaligus awal dari
segalanya. Ia adalah titik habis kehidupan yang mengantarmu pada sebuah ketidakterhinggaan.
Takdir ini bernama kematian. Seringkali manusia tak bisa berdamai dengan
kematian. Entah itu kematian diri sendiri, atau kematian orang-orang yang kita
sayangi. Akan ada banyak pengelakan sebelum kita benar-benar mengikhlaskan.
Tepat 5 tahun lalu,
2012, Mei ke 30, pukul delapan tigapuluh. Ketetapan Allah berlaku bagi keluarga
kami. Dia adalah pemilik dan kepadaNya lah kita semua kembali. KepadaNya lah
ibuku kembali. Hal yang tidak bisa ku terima saat itu adalah akan ada ruang
kosong yang ditinggalkan, akan ada sosok yang tak pernah bisa ditemui, akan ada
banyak momen tanpa kehadiran, dan akan ada kenangan yang sekali lagi hanya bisa
dikenang tanpa perjumpaan dan pengulangan.
Hari ini adalah 5
tahun dari ketidakterhinggaan tahun-tahun yang aku kami lewati tanpa ibu.
Seiring tahun-tahun yang berlalu, waktu mengajari ku tentang keikhlasan.
Melepaskan sesorang yang tidak benar-benar milik kami. Tidak benar-benar milik
bapak, milik ku dan mbak, serta milik keluarga kami. Tahun demi tahun yang
mengajarkanku untuk mencari sendiri sebuah makna tentang ketiadaan. Tahun demi
tahun yang membuat keluarga kami menjadi erat dan saling menguatkan.
Tapi, tahun demi tahun itu tetap akan menyimpan kerinduan. Tetap akan
menyimpan angan yang seandainya bisa terisi kembali oleh sosok tersayang.
Karena…
Tidak akan ada ibu di saat saat pentingku
Saat wisuda ku
Saat pernikahanku
Saat kelahiran anak-anakku
Dan saat-saat berharga lainnya..
Tapi, penyangkalan dan angan angan terbesar pun tidak akan bisa
mengembalikan sosok yang hilang. Jadi demi sebuah ketidakterhinggaan milik ibu, orang-orang terkasih
yang tiada lagi disisi, dan diri kita sendiri kemudian, belajarlah berdamai
dengan kematian, meskipun kematian tidak akan berdamai dengan kita.
0 komentar:
Posting Komentar