Senin, 29 Mei 2017

Lima dari Ketidakterhinggaan Ibunda


Diantara sekian takdir bagi manusia ada satu takdir yang disebut sebagai akhir sekaligus awal dari segalanya. Ia adalah titik habis kehidupan yang mengantarmu pada sebuah ketidakterhinggaan. Takdir ini bernama kematian. Seringkali manusia tak bisa berdamai dengan kematian. Entah itu kematian diri sendiri, atau kematian orang-orang yang kita sayangi. Akan ada banyak pengelakan sebelum kita benar-benar mengikhlaskan.
Tepat 5 tahun lalu, 2012, Mei ke 30, pukul delapan tigapuluh. Ketetapan Allah berlaku bagi keluarga kami. Dia adalah pemilik dan kepadaNya lah kita semua kembali. KepadaNya lah ibuku kembali. Hal yang tidak bisa ku terima saat itu adalah akan ada ruang kosong yang ditinggalkan, akan ada sosok yang tak pernah bisa ditemui, akan ada banyak momen tanpa kehadiran, dan akan ada kenangan yang sekali lagi hanya bisa dikenang tanpa perjumpaan dan pengulangan.
Hari ini adalah 5 tahun dari ketidakterhinggaan tahun-tahun yang aku kami lewati tanpa ibu.
Seiring tahun-tahun yang berlalu, waktu mengajari ku tentang keikhlasan. Melepaskan sesorang yang tidak benar-benar milik kami. Tidak benar-benar milik bapak, milik ku dan mbak, serta milik keluarga kami. Tahun demi tahun yang mengajarkanku untuk mencari sendiri sebuah makna tentang ketiadaan. Tahun demi tahun yang membuat keluarga kami menjadi erat dan saling menguatkan.
Tapi, tahun demi tahun itu tetap akan menyimpan kerinduan. Tetap akan menyimpan angan yang seandainya bisa terisi kembali oleh sosok tersayang. Karena…
Tidak akan ada ibu di saat saat pentingku
Saat wisuda ku
Saat pernikahanku
Saat kelahiran anak-anakku
Dan saat-saat berharga lainnya..
Tapi, penyangkalan dan angan angan terbesar pun tidak akan bisa mengembalikan sosok yang hilang.  Jadi demi sebuah ketidakterhinggaan milik ibu, orang-orang terkasih yang tiada lagi disisi, dan diri kita sendiri kemudian, belajarlah berdamai dengan kematian, meskipun kematian tidak akan berdamai dengan kita.


Share:

0 komentar:

Posting Komentar