Jumat, 03 November 2017

Life and The Messages Behind

Setiap hal yang terjadi pada hidup, memiliki porsinya masing masing untuk mengajarkan kita sesuatu.

Fajar
Dengan rekah jingganya yang menyongsong mengganti gelap.
Mengajarkan artinya optimisme. Semangat baru dan syukur yang harusnya kita miliki dan jaga setiap kali mata terbuka.

Terik
Dengan cercah terlampau hangat menggerahkan.
Mengajarkan artinya ujian. Jalan yang tak selalu bahagia tapi mutlak untuk dilalui. Karena semakin terik, petang yang ditunggupun semakin erat terbayang memeluk.

Senja
Dengan indahnya rona menuju petang.
Mengajarkan artinya berbaik sangka. Bahwa menjelang malam tak selamanya identik dengan kegelapan. Tetap ada keindahan dan harmonisasi hidup apabila kita benar benar meresapinya.

Dan 
Petang
Dengan kegelapan kian pekat yang menenangkan.
Mengajarkan kepasrahan. Pasrah setelah segala usaha dan doa yang dipanjatkan. Petang juga mengajarkan bahwa hidup manusia tak seharusnya hanya penuh ambisi duniawi. Manusia sejatinya juga perlu beristirahat, setelah lelah dan juang seharian.

Selamat menjalani dan memetik makna dari kehidupan, semoga hidup yang kita lalui tetap menjadikan kita "hidup" sebagai manusia dan sebagai makhluk Tuhan yang semestinya.

Share:

Minggu, 29 Oktober 2017

Rantau

Perjalanan bisa mengajarkan banyak hal, baik buruknya tergantung pada diri masing-masing dalam memaknainya. Tapi yang pasti dari sebuah perjalanan:Yang tiba akan pergiYang hilang akan berganti

.....

Di sore yang terasa sama, aku kembali membuka selembar demi selembar memori lalu. Makin banyak lembar yang terbuka, makin dalam aku mengingat kembali langkah demi langkah yang pernah berbekas. Tanah ini adalah tanah yang kupijak selama empat tahun terkahir. Memberiku keluasan pandang. Hingga banyak hikmat yang aku simpan. Baik buruknya jejak yang ku torehkan, bagiku semuanya bermakna pelajaran. Pelajaran yang mendewasakan kita secara perlahan.Tanah rantau ini bernama Kota Malang.Dalam pikirku yang sempit di masa lalu. Asaku tiada pernah menyentuh kota ini sebagai tujuan. Tapi Tuhan yang Mahabaik tetap memberiku hadiah kota ini sebagai rumah perantauan. Tempat yang istimewa, sayangnya baru belakangan ini aku merasa.Di batas akhir waktu, tiap jengkal sudut kota rasanya memelukku semakin erat. Seringkali bahkan tanpa sadar, kupelankan langkah hanya untuk sekedar menghirup udara kota ini lebih lama. Merasakan memori dan emosi yang terlarut di didalamnya.Ahhh... andai saja.Tidak, aku bukan ingin tinggal lebih lama. Lama tidak ada artinya. Aku hanya ingin memaknai setiap perjalanan di saat-saat perantauanku dengan lebih bijak. Menjadikannya lebih istimewa dalam koridor waktu yang tetap sama. Karena esensi dari sebuah perjalanan yang tidak akan dapat dirubah sampai kapanpun adalah:Yang tiba akan pergi.Yang hilang akan berganti.

Aku tiba di kota ini, lalu kemudian aku akan pergi. Orang-orang yang turut mengisi perjalananku pun demikian. Silih berganti datang, lalu hilang dan berganti dengan yang baru. Karena tiap-tiap dari kita akan mengalami dan menyaksikan perubahan. Entah perubahan tempat, waktu, atau keadaan.Terimaksih kota perantauanku, untuk bumi yang kau suguhkan, orang-orang terbaik yang kau antarkan, dan pelajaran hidup yang kau berikan...Rindu ini akan datang, tapi masa depan ada untuk digenggam.

Malang, 29 Oktober 2017.


Share:

Senin, 29 Mei 2017

Lima dari Ketidakterhinggaan Ibunda


Diantara sekian takdir bagi manusia ada satu takdir yang disebut sebagai akhir sekaligus awal dari segalanya. Ia adalah titik habis kehidupan yang mengantarmu pada sebuah ketidakterhinggaan. Takdir ini bernama kematian. Seringkali manusia tak bisa berdamai dengan kematian. Entah itu kematian diri sendiri, atau kematian orang-orang yang kita sayangi. Akan ada banyak pengelakan sebelum kita benar-benar mengikhlaskan.
Tepat 5 tahun lalu, 2012, Mei ke 30, pukul delapan tigapuluh. Ketetapan Allah berlaku bagi keluarga kami. Dia adalah pemilik dan kepadaNya lah kita semua kembali. KepadaNya lah ibuku kembali. Hal yang tidak bisa ku terima saat itu adalah akan ada ruang kosong yang ditinggalkan, akan ada sosok yang tak pernah bisa ditemui, akan ada banyak momen tanpa kehadiran, dan akan ada kenangan yang sekali lagi hanya bisa dikenang tanpa perjumpaan dan pengulangan.
Hari ini adalah 5 tahun dari ketidakterhinggaan tahun-tahun yang aku kami lewati tanpa ibu.
Seiring tahun-tahun yang berlalu, waktu mengajari ku tentang keikhlasan. Melepaskan sesorang yang tidak benar-benar milik kami. Tidak benar-benar milik bapak, milik ku dan mbak, serta milik keluarga kami. Tahun demi tahun yang mengajarkanku untuk mencari sendiri sebuah makna tentang ketiadaan. Tahun demi tahun yang membuat keluarga kami menjadi erat dan saling menguatkan.
Tapi, tahun demi tahun itu tetap akan menyimpan kerinduan. Tetap akan menyimpan angan yang seandainya bisa terisi kembali oleh sosok tersayang. Karena…
Tidak akan ada ibu di saat saat pentingku
Saat wisuda ku
Saat pernikahanku
Saat kelahiran anak-anakku
Dan saat-saat berharga lainnya..
Tapi, penyangkalan dan angan angan terbesar pun tidak akan bisa mengembalikan sosok yang hilang.  Jadi demi sebuah ketidakterhinggaan milik ibu, orang-orang terkasih yang tiada lagi disisi, dan diri kita sendiri kemudian, belajarlah berdamai dengan kematian, meskipun kematian tidak akan berdamai dengan kita.


Share:

Selasa, 09 Mei 2017

Kita yang diam dan disatukan mimpi.



Aku bermimpi semalam.
Di dalam mimpi itu, aku melihat ada kita yang duduk berdua. Bisakah kau bayangkan, kita begitu menghayati temaram senja yang bergulir. Berlatar jingga dengan semilir angin yang mengusap lembut permukaan kulit. Berdua kita bicara, tapi tanpa sepatah kata yang terucap. Bagaimana bisa? Entahlah hanya kita yang mengerti. Cukuplah saling memandang dalam diam dan meresapi arti diri masing-masing bagi yang lain.
Dalam damai sepi, dan kita yang tak ingin merusak suasana, mata adalah alat komunikasi terbaik. Mata menyampaikan rasa yang sebenarnya. Tidak ada lidah dan mulut yang mewakili. Karena kadang, mereka hanya membual dan bicara dusta. Jadi cukuplah hanya mata, hanya pandang kita yang bersua. Dia lebih jujur dari sekedar kata.
Masih di mimpi yang sama. Aku melihat matamu yang bicara,  dengan mulut terkatup kau sampaikan pesan yang bisa aku mengerti walau dalam diam. “Aku mencintaimu”. Satu kalimat umum yang begitu berbeda ketika ia disampaikan dengan tatapan mata. Dan dengan binar mata dan kebisuan yang sama, aku jawab kalimat dalam tatapmu “Aku juga mencintaimu”.
Sepasang kita pun tersenyum dalam hening yang begitu menyamankan, hingga gelap kemudian turun perlahan. Begitu perlahan tanpa aku sadari, aku terbangun dengan senyuman yang mengembang.

Share:

Jumat, 28 April 2017

Hiduplah hari ini

Dear readers, sebenarnya aku punya banyak stok cerita dan tulisan-tulisan abstrak (yang kebanyakan bertema galau) untuk diposting. Tapi yah, karena ini cerita perdana di blogku, so, I wanna share the positive thing to read.
Jadi ceritanya, beberapa hari ini aku lagi nyiapin content buat blog, dan secara sengaja buka buka folder dokumen lama berisi curhatan-curhatan jaman SMA dan awal kuliah. Ada satu file tertanggal 6 Agustus 2014, judulnya “Curahan hati sang insomniac”. Haha.. alay ya judulnya. Penasaran aku buka dan baca. Isinya begini..

..................................................
Bojonegoro, Rabu, 6 Agustus 2014| 01:09 WIB
Hari sudah dini, malam telah lama datang, sepi masih menyambut hangat, dan dingin tetap menggelayut di kotaku yang biasanya panas. Untuk kesekian kalinya kantukku belum datang menemui, aku mulai akrab pada atmosfer dini hari. Pikiranku melayang-layang, pada apa yang masih menjadi misteri.
Jejakku semakin tertoreh dalam di kota ini. Kota yang menahanku, yang tak memperbolehkanku pergi darinya. Walaupun hati kecilku benar-benar ingin hijrah. Di kota ini aku sekedar “cuma” bila dibanding yang lain, dibanding kamu, dibanding dia, juga mereka. Aku bukannya tak bersyukur kota ini masih menerimaku, tapi entahlah... kadang sepatah dua patah kata yang terlontar, sebait dua bait kalimat dari mereka masih begitu terdengar menyakitkanku. Karna aku “Cuma” bisa meraih ini, bintang yang tidak terlampau terang dibanding milik kalian.
Aku dulu punya mimpi yang ku gantung tepat 5cm di depan mataku. Mimpi yang selalu tersebut dalam do’aku, tak pernah luput dari setiap jengkal pikir dan anganku. Tapi, mimpi itu ibarat pecahan kaca yang ku genggam terlalu erat, dia justru menyakitku.
Tak terhitung berapa kali aku belajar menerima, belajar realistis bahwa mimpi kadangkala tak akan pernah menemui kenyataan. Namun, disaat kaki mulai menapak tegak, selalu saja ada angin yang kembali membuatku berlutut mewadahi air mata. Selalu ada angin yang menggaungkan tanya dan kata, “Bisakah sekedar ‘cuma’ ini menjanjikan masa depan yang gemilang?”, atau “Sekedar ‘cuma’ ini tak cukup prestigious untuk dibanggakan”.
Aku sadar, sepenuhnya sadar! Bahwa kalian adalah matahari dan aku hanyalah bulan yang bersinar karna pantulan cahaya kalian. Tapi tak bisakah lisan itu tak menyakiti? Biarkanlah aku menghibur diri dengan meyakini kalimat klise bahwa “Tuhan tau apa yang terbaik untuk hambaNya, dan Dia memberikan apa yang kita butuhkan, bukan yang kita inginkan.”
Lalu, tak pernahkah aku berpikir tentang masa depan? Jawabannya adalah, aku selalu mengkhawatirkannya! (The future isn’t ours to see). Aku tau... tapi layak kan sekedar “cuma” ini mengkhawatirkannya? Tak ada yang bisa menjamin masa depan, apalagi, sekedar “cuma” ini juga berharap suatu saat nanti bisa menjadi istimewa seperti kalian. Namun, di atas semua ini, izinkan aku meyakini, agar semangat tetap terjaga, dan mimpi baru kembali tertata, menjadi orang luar biasa, meski ditempat yang kalian anggap biasa.

..................................................
Flashback ke masa lalu, inti dari curhatan di atas adalah rasa rendah diri yang sempat saya alami dulu. Jadi ceritanya waktu SMA saya sempat berkeinginan untuk kuliah di salah satu universitas yang presitigious di Indonesia, sebut saja UI :D tapi karena satu dan lain hal, Allah belum berkenan meletakkan nama saya di jajaran siswa yang diterima jadi mahasiswa UI. Dulu saya sempat down banget. Yah.. sakitnya itu berasa ditolak mentah-mentah sama cinta pertama yang lagi sayang-sayangnya. Rasa rendah diri tadi akhirnya berakumulasi dan beranak pinak karena ada rasa iri sama temen-temen seangkatan SMA yang bisa masuk banyak universitas ternama dan sekolah ikatan dinas. Sedangkan saya, saat itu merasa kecil karena “Cuma” bisa masuk ke universitas yang nggak jadi favorit pilihan anak SMA buat kuliah, dan nggak cukup prestigious buat dibanggakan (untuk almamaterku Universitas Negeri Malang, I’m so sorry to write this sentence).
Singkat cerita, dulu saya paling sebel kalau ikut acara reunian atau semacamnya, yang mengharuskan saya ketemu sama temen-temen SMA satu angkatan. Bukan karena apa, saya kangen dan seneng kalau ketemu mereka, selama topik yang kita perbincangkan bukan tentang kehidupan kuliah. Kalau yang dibahas kuliah, rasa rendah diri itu pasti muncul dan otomatis saya akan diam dan jadi pendengar cerita-cerita mereka. Dan masa-masa rendah diri itu terus berlanjut sampai beberapa tahun setelah meninggalkan SMA.
Untungnya, semakin tua saya semakin sadar, mungkin karena semester tua yang banyak nganggurnya, saya jadi punya banyak waktu untuk hal-hal di luar kehidupan akademik perkuliahan, seperti berdiskusi dengan teman-teman, baca buku atau nonton video-video dengan beragam konten yang sometimes berhasil membuat saya merenung dan lebih memaknai arti kehidupan. Makin ke sini saya semakin sadar bahwa semakin kita merisaukan masa lalu atau masa depan, hal itulah yang justru menenggelamkan kita dalam kegelisahan dan akhirnya menghambat kita untuk berkembang.
Dari buku yang pernah saya baca berjudul “Berdamai dengan Takdir” karya Ust. DR. Miftahur Rahman El Banjary, M.A, ada beberapa bagian yang akhirnya menjadi favorit saya, yaitu “Hiduplah Untuk Hari Ini” dan “Biarkan Masa Depan Datang Sendiri”. Intinya adalah jangan hidup dengan masa lalu dan jangan mencemaskan diri dengan masa depan. Hiduplah untuk hari ini dan saat ini. Hidup hari ini bukan berarti mengabaikan masa depan dan tidak bersiap-siap menghadapinya. Hidup hari ini berarti menganggap hari ini adalah masa hidup kita. Kita terlahir dan mati hari ini. Dengan begitu tidak akan ada keresahan, kesedihan dan duka di masa lalu dan bayangan masa depan yang seringkali menakutkan. Kita serasa terlahir menjadi manusia baru setiap harinya. Sehingga, hari ini adalah hari yang tepat untuk mencurahkan seluruh perhatian, kepedulian dan kerja keras kita bagi kehidupan akhirat maupun duniawi.
Jadi untuk mimpi-mimpi di masa lalu yang belum atau tidak terwujud, untuk diriku di masa depan, dan untuk hari ini yang ku jalani :

Yang terpenting adalah arah yang kita tuju, bukan jalan yang kita lewati.


Tetaplah menuju ke arah yang benar, meskipun jalan yang kita lewati adalah jalan lebih terjal yang sebenarnya tidak ingin kita lewati. 
Share:

My (not really) first posting

Ok, first of all, saya mau bilang terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua orang yang sudah ditempatkan Tuhan di dalam kehidupan saya. Karena setiap orang memiliki perannya masing-masing untuk memberikan pelajaran bagi kita. Tak terkecuali sahabat-sahabat yang dengan gigihnya mendorong saya untuk (kembali) menulis dan blogging. Singkat cerita sebenarnya ini bukan blog pertama saya. Pertama kali saya nge-blog adalah waktu SMP, tapi tau lah ya blognya anak SMP, berisi cerita-cerita polos agak nggak penting ala anak-anak puber (yes it was me). Dan blog tadi berlanjut ke masa awal sampai pertengahan SMA, entah karena apa (mungkin sibuk menjelang ujian) akhirnya saya jadi males nulis, dan berhibernasi dari dunia blogging, hingga tibalah masa ketika saya dibangunkan kembali oleh sahabat saya ini. (terimakasih untuk yang kesekian kali).

So, here I am... kembali menulis dan blogging demi menyatukan kata demi kata yang seringkali berloncatan di dalam kepala saya. Kata demi kata terangkai dan menjadi cerita yang seringkali random (karena itulah nama blognya “RANDOMLY ME”), random mulai dari tema, gaya bahasa, sampai pilihan kata. Apapun itu, semoga blog reinkarnasi saya ini bisa bermanfaat bagi semuanya, entah bagi pembaca, atau diri saya sendiri. This is it, my daily life blog, enjoy reading J

Share: