Selasa, 09 Mei 2017

Kita yang diam dan disatukan mimpi.



Aku bermimpi semalam.
Di dalam mimpi itu, aku melihat ada kita yang duduk berdua. Bisakah kau bayangkan, kita begitu menghayati temaram senja yang bergulir. Berlatar jingga dengan semilir angin yang mengusap lembut permukaan kulit. Berdua kita bicara, tapi tanpa sepatah kata yang terucap. Bagaimana bisa? Entahlah hanya kita yang mengerti. Cukuplah saling memandang dalam diam dan meresapi arti diri masing-masing bagi yang lain.
Dalam damai sepi, dan kita yang tak ingin merusak suasana, mata adalah alat komunikasi terbaik. Mata menyampaikan rasa yang sebenarnya. Tidak ada lidah dan mulut yang mewakili. Karena kadang, mereka hanya membual dan bicara dusta. Jadi cukuplah hanya mata, hanya pandang kita yang bersua. Dia lebih jujur dari sekedar kata.
Masih di mimpi yang sama. Aku melihat matamu yang bicara,  dengan mulut terkatup kau sampaikan pesan yang bisa aku mengerti walau dalam diam. “Aku mencintaimu”. Satu kalimat umum yang begitu berbeda ketika ia disampaikan dengan tatapan mata. Dan dengan binar mata dan kebisuan yang sama, aku jawab kalimat dalam tatapmu “Aku juga mencintaimu”.
Sepasang kita pun tersenyum dalam hening yang begitu menyamankan, hingga gelap kemudian turun perlahan. Begitu perlahan tanpa aku sadari, aku terbangun dengan senyuman yang mengembang.

Share:

0 komentar:

Posting Komentar