Aku bermimpi semalam.
Di dalam mimpi
itu, aku melihat ada kita yang duduk berdua. Bisakah kau bayangkan, kita begitu
menghayati temaram senja yang bergulir. Berlatar jingga dengan semilir angin
yang mengusap lembut permukaan kulit. Berdua kita bicara, tapi tanpa sepatah
kata yang terucap. Bagaimana bisa? Entahlah hanya kita yang mengerti. Cukuplah
saling memandang dalam diam dan meresapi arti diri masing-masing bagi yang
lain.
Dalam damai
sepi, dan kita yang tak ingin merusak suasana, mata adalah alat komunikasi
terbaik. Mata menyampaikan rasa yang sebenarnya. Tidak ada lidah dan mulut yang
mewakili. Karena kadang, mereka hanya membual dan bicara dusta. Jadi cukuplah
hanya mata, hanya pandang kita yang bersua. Dia lebih jujur dari sekedar kata.
Masih di mimpi
yang sama. Aku melihat matamu yang bicara,
dengan mulut terkatup kau sampaikan pesan yang bisa aku mengerti walau
dalam diam. “Aku mencintaimu”. Satu kalimat umum yang begitu berbeda ketika ia
disampaikan dengan tatapan mata. Dan dengan binar mata dan kebisuan yang sama,
aku jawab kalimat dalam tatapmu “Aku juga mencintaimu”.
Sepasang kita
pun tersenyum dalam hening yang begitu menyamankan, hingga gelap kemudian turun
perlahan. Begitu perlahan tanpa aku sadari, aku terbangun dengan senyuman yang
mengembang.
0 komentar:
Posting Komentar